![]() |
Oleh: Lisa Oka Rina |
ANGGOTA Tim Pengawas Haji DPR Adies Kadir berpendapat Kementerian Agama kurang melakukan antisipasi dan evaluasi dalam pelaksanaan ibadah haji 2025. Adies menyatakan hal ini setelah meninjau situasi penyelenggaraan haji dan kondisi jemaah di lapangan.
“Kementerian Agama kurang antisipasi terhadap proses haji tahun 2025. Mereka tidak mengambil pelajaran dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya,” ujar Adies di Mina, Makkah, dikutip dari keterangan tertulis pada Ahad, 8 Juni 2025.
Wakil Ketua DPR RI ini mengungkapkan ada sejumlah persoalan dalam pelaksanaan haji. Beberapa di antaranya jemaah haji yang diusir dari tempat istirahat pada malam hari, jemaah yang tertinggal rombongan, hingga keterlambatan distribusi konsumsi. “Masalahnya memang kecil-kecil, tapi kalau dikumpulkan jadi sangat banyak,” ujar Adies.
Adies juga mengkritik kesiapan dan distribusi petugas haji yang tidak merata. Ia mengatakan petugas haji justru tidak ada di beberapa titik yang padat. “Jemaah dibiarkan begitu saja,” kata Adies. Ia menegaskan Kementerian Agama perlu mengevaluasi hal tersebut.
Sementara itu, anggota Timwas Haji lainnya, Abdul Fikri Faqih, juga menyoroti sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Fikri mengatakan salah satu masalah yang fatal menjelang puncak haji adalah soal transportasi jemaah menuju Arafah. Dia menyebut banyak jemaah yang sudah mengenakan kain ihram sejak Rabu pagi, 4 Juni 2025 waktu Arab Saudi, harus menunggu tanpa kepastian hingga Kamis pagi untuk bisa berangkat.
Adapun di Arafah, jemaah haji berhadapan dengan kondisi tenda yang sudah penuh namun terus dipaksakan untuk diisi. Fikri menyebut Kementerian Agama melalui Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief telah mengakui adanya masalah kelebihan kapasitas ini.
(TEMPO, 6 Juni 2025).
Kekisruhan ibadah haji tahun ini, dan juga tahun-tahun yang lalu, menjadi hal yang miris dan memprihatinkan. Karena kejadian ini terus berulang. Dan ini menunjukkan, permasalahannya bukan hanya masalah teknis komunikasi dan kordinasi semata. Namun perkara mendasar yakni cara pandang pengelolaan ibadah haji, yakni cara pandang ekonomis yang mendasarinya.
Bahwasanya ibadah haji ini seperti barang jualan, yang bernilai untung-rugi dalam mengurusinya. Apalagi jumlahnya yang lebih dari 200ribu orang, keuntungannya akan berlipat ganda dan kesempatan emas. Dan ini adalah dampak kehidupan sekuler yang saat ini mensuasanakan kehidupan kita, meskipun agama islam menjadi agama mayoritas di negeri ini saat ini, tapi faktanya aturan dan suasana keislamanan, dijauhkan dan dipinggirkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pertimbangan sebagai seorang muslim pasti harus menjadikan alquran dan hadits, termasuk aqidah islam sebagai landasan berfikir dalam hidupnya. Sehingga amal-amalnya pun juga adalah amal solih yang allah ridhoi.
Ibadah haji adalah rukun ke-5 dari rukun islam, yang artinya ibadah haji ini wajib dilakukan bagi setiap muslim, yang memiliki kemampuan finansial/ekonomi, kemampuan fisik/jasmani dan terjaminnya keamanan dirinya. Maka adalah suatu hal fitrah, bila diri ini sebagai muslim, terus menumbuhkan dan meningkatkan niatan untuk pergi haji, karena haji adalah rukun islam, setidaknya sekali seumur hidup.
Niatan yang baik ini, juga harus di dukung dan dibantu maksimal oleh negara. Karena negara adalah pihak yang sudah Allah bebankan untuk memikul amanah dan tanggung jawab besar ini, karena pahala besar akan diberikan Allah sebagai balasannya. Rasulullah SAW bersabda "Imam adalah Raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawan atas kepengurusan rakyatnya". (HR. Al-Bukhari).
Negara akan bisa melaksanakan tugasnya melayani jamaah haji, mulai dari terkait penyedian akomodasi dan trsnportasi yang layak dan memadai, konsumsi yang bergizi dan stok yang terjamin, sampai perkara menghadirkan teknologi aplikasi yang mumpuni dan modern, akan bisa diraih dengan terjaminnya dana operasional yakni tersedianya dana di Baitul Mal negara.
Pemasukan untuk Baitul Mal diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam yang melimpah, yang sudah Allah berikan di negeri ini. Mulai dari emas, batu bara, minyak bumi, gas bumi, sampai hasil lautan, akan cukup dan berlebih mengisi pemasukan kas Baitul Mal apabila dikelola berdasarkan sistem ekonomi islam. Yakni di kelola oleh negara, dan melarang pengelolaan dikuasai oleh perusahaan maupun individu.
Sebab Rasulullah SAW sudah menyebutkan bahwa sumber daya alam itu masuk dalam kepemilikan umum, dan harom dikuasai oleh segelintir orang ataupun perusahaan, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW "Kaum Muslimin bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal : air, padang, dan api (HR. Abu Dawud).
Kemudahan menunaikan ibadah haji juga akan terealisasi dengan penerapan sistem politik islam, yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW bahwa kaum muslimin hanya boleh memiliki 1 kepemimpinan saja, seorang pemimpin yang memimpin kaum muslimin seluruh dunia, dan menerapkan syariat islam secara menyeluruh, inilah yang sering dikenal dengan istilah Kekhilafahan Islam.
Tidak akan ada lagi sekat-sekat nasionalisme dalam Khilafah, yang akan memudahkan orang masuk ke wilayah negeri kaum muslimin, tanpa visa atau surat izin lainnya. Hal ini sudah pernah terjadi, ketika kehilafahan islam menjadi negara adidaya sepanjang 13 abad lamanya di peradaban dunia.
Sejarah pun mencatat, Khalifah Ustmani pada saat itu, yakni Khalifah Sultan Abdul Hamid II tahun 1900-an (1908), yang telah melakukan pembangunan dan operasional jalur kereta api Hijaz, yang pernah menghubungkan Damaskus di Suriah dengan Madinah di Arab Saudi, terutama dalam memudahkan perjalanan haji. ""Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS Al-A'raf Ayat 96).
Wallahu'alam bishowwab
Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik
0 Komentar