Islam: Pondasi Kuat Generasi di Era Modern

ARUS GLOBALISASI dan modernisasi melaju sangat cepat. Bukan hanya pada teknologi, ekonomi, atau informasi, tetapi juga merasuki budaya, pola pikir, dan identitas generasi muda. Mereka hidup pada era di mana tren luar negeri lebih diagungkan ketimbang jati diri sendiri. Kondisi ini menjadi tantangan serius dalam pembentukan karakter bangsa. 

Pemerintah pun bergerak. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Samarinda, misalnya, menggagas program “Penguatan Nasionalisme Generasi Muda Melalui Paskibraka” guna membina rasa cinta tanah air pelajar.

Kabid Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa, Ida Zuraidah, menegaskan bahwa program ini merupakan upaya sistematis menumbuhkan kembali nasionalisme di tengah arus global yang semakin kuat. Namun pertanyaan krusial tetap menggantung. cukupkah membangun karakter hanya dengan pendekatan nasionalisme, sementara sisi keagamaannya—khususnya Islam—sering kali hanya menjadi pelengkap?

Akar Masalah: Karakter Tanpa Pondasi Akidah

Walaupun nilai kebangsaan telah diajarkan sejak PAUD hingga perguruan tinggi, generasi kita justru masih rentan dari sisi moral dan identitas. Banyak pengamat menilai, sistem pendidikan masih gagal menanamkan kepribadian yang kokoh.
Bahkan terjadi fenomena yang ironis. Pertama, berpegang teguh pada Islam dianggap tidak modern. Kedua, perilaku meniru budaya asing justru menjadi kebanggaan.

Dalam pandangan sebagian generasi, Islam ditempatkan seolah sebagai “tradisi lama”, sementara modernitas diidentikkan dengan gaya hidup global yang tidak selalu sejalan dengan nilai akhlak. Inilah kegagalan ruhaniyah yang perlu disadari. Pendidikan karakter yang tidak berbasis akidah akan melahirkan generasi yang cemas, rapuh, dan mudah terpengaruh.

Fakta Riset: Islam Masih Jadi Pusat Identitas Bangsa

Berbagai survei nasional dan internasional menunjukkan bahwa:
- Indonesia termasuk salah satu masyarakat paling religius di dunia.
- Indeks religiusitas nasional berada pada kategori tinggi.
- Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim (lebih dari 85%).

Artinya, modal spiritual bangsa ini sangat kuat. Maka yang diperlukan bukan sekadar seruan nasionalisme, melainkan integrasi nyata nilai Islam dalam pembentukan karakter.

Sebagaimana dikatakan oleh seorang ulama:

“Hidup tanpa Allah ibarat pensil tumpul; ia tidak memiliki arah dan tujuan.”

Sejarah Membuktikan: Islam Menguatkan Kebangsaan

Perjuangan kemerdekaan Indonesia lahir dari semangat iman. Para ulama, santri, dan pejuang Muslim bergerak bukan karena imbalan duniawi, melainkan motivasi lillah — semata mencari ridha Allah. Sejarah menunjukkan bahwa identitas Muslim dan identitas kebangsaan dapat bersinergi kuat dalam membangun bangsa. Islam menyatukan. Islam menggerakkan. Islam memuliakan perjuangan.

Modal Besar Generasi Indonesia:
1. Penduduk Muslim sangat dominan
2. Kesadaran beragama tinggi di masyarakat
3. Pesantren dan sekolah Islam berkembang pesat
4. Semangat kebangsaan memiliki akar historis dalam Islam

Tantangan yang Mengancam:
1. Westernisasi nilai dan gaya hidup
2. Krisis identitas generasi digital
3. Minimnya integrasi agama dalam pendidikan karakter
4. Standar moral yang makin longgar

Pendidikan Islam: Kunci Ketahanan Identitas

Dalam Islam, akidah adalah pondasi kepribadian.
Apabila akidah tertanam kuat, maka:
- Generasi tidak minder sebagai Muslim
- Akhlak menjadi benteng menghadapi budaya negatif
- Kemodernan disaring dengan kearifan iman
- Teknologi dan globalisasi menjadi peluang dakwah

Mereka akan tumbuh sebagai pribadi berkepribadian Islam yaitu
Berpikir dengan Islam, berperilaku dengan Islam, bertindak karena Allah.
Rekomendasi Strategis
Untuk menjawab tantangan globalisasi, langkah berikut penting dilakukan:

1. Penguatan pembelajaran akidah sejak usia dini
2. Integrasi nilai nasionalisme dalam perspektif Islam
3. Penguatan literasi digital berlandaskan akhlak
4. Kemandirian budaya: bangga sebagai Muslim dan bangsa Indonesia
5. Kolaborasi konkret antara lembaga agama dan negara dalam pembinaan karakter
6. Memperkuat peran keluarga sebagai madrasah pertama. Generasi akan tangguh bila tauhid menjadi akar. 

Penutup

Di era modern, loyalitas generasi muda mudah terbagi: antara jati diri asli dan derasnya pengaruh global. Pendidikan karakter tidak boleh hanya menekankan ideologi kebangsaan, sementara spiritualitas menjadi aksesori semata.

Karakter bangsa harus dipayungi oleh keimanan.

Islam bukan penghambat modernitas — Islam adalah penuntun arah kemajuan.
Ketika Islam menjadi pondasi dan orientasi, generasi muda Indonesia tidak hanya siap menghadapi globalisasi, tetapi juga mampu memimpin perubahan dunia dengan martabat sebagai Muslim yang kuat dan warga negara yang mulia.
Wallahu a'lam bish showab.

Penulis: Tri Maya (Aktivis Muslimah Balikpapan)

0 Komentar