NUSANTAR45.ID, JAKARTA - Pemerintah berencana menghapus tunggakan iuran BPJS Kesehatan milik sekitar 23 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan total nilai mencapai Rp7,6 triliun. Langkah ini bertujuan membantu masyarakat miskin dan pekerja sektor informal yang selama ini kesulitan melunasi tagihan, sekaligus memastikan mereka tetap mendapatkan akses layanan kesehatan.
Rencana penghapusan tunggakan tersebut pertama kali disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, yang mengungkap bahwa jumlah tunggakan peserta JKN telah mencapai angka triliunan rupiah. Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menyatakan bahwa kebijakan penghapusan tunggakan dimungkinkan dilakukan, namun perlu didukung oleh landasan hukum yang kuat.
Menanggapi hal tersebut, Jamkeswatch KSPI menyampaikan dukungan penuh terhadap rencana pemerintah. Dukungan ini disampaikan dalam audiensi resmi Jamkeswatch KSPI dengan BPJS Kesehatan Pusat yang berlangsung di kantor pusat BPJS Kesehatan, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, rombongan Jamkeswatch diterima langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan beserta jajaran direksi dan tim teknis, Minggu (19/10/2025).
Menurut Daryus, Direktur Eksekutif Jamkeswatch, langkah pemutihan atau penghapusan tunggakan merupakan kebijakan yang sangat berpihak kepada masyarakat kecil.
“Dalam kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya, banyak peserta JKN — khususnya kelas 3 — kesulitan membayar iuran karena tidak memiliki penghasilan tetap. Bagi mereka, jangankan untuk membayar iuran JKN, untuk kebutuhan sehari-hari pun sulit. Dengan penghapusan tunggakan ini, masyarakat miskin dapat kembali aktif sebagai peserta JKN dan memperoleh jaminan layanan kesehatan. Ini bukti nyata komitmen pemerintahan Pak Prabowo dalam melindungi rakyat kecil,” ujar Daryus.
Senada dengan itu, Abdul Gofur, Sekretaris Eksekutif Jamkeswatch, memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif pemerintah tersebut.
"Kebijakan ini bisa menjadi harapan baru bagi keberlangsungan program Jaminan Sosial Nasional. Setelah tunggakan diputihkan, peserta yang kurang mampu dapat dialihkan menjadi penerima bantuan iuran (PBI), sementara peserta mampu diharapkan lebih tertib membayar iuran setiap bulan agar terus terlindungi jaminan kesehatannya,” tegas Gofur.
Dalam kesempatan terpisah, Aden Arta Jaya, Direktur Advokasi dan Relawan Jamkeswatch, menekankan pentingnya mekanisme dan koordinasi yang matang dalam pelaksanaan pemutihan tunggakan JKN. Ia menyampaikan tiga poin utama:
1. Koordinasi lintas pihak antara pemerintah daerah dan kantor cabang BPJS Kesehatan untuk memvalidasi data penunggak, termasuk peserta yang sudah meninggal agar dapat dinonaktifkan sehingga tidak menimbulkan piutang baru.
2. Edukasi dan sosialisasi di tingkat daerah bagi peserta yang iurannya diputihkan, agar mereka yang mampu tetap membayar iuran secara tertib di masa mendatang.
3. Payung hukum yang jelas perlu disiapkan untuk mengatur mekanisme dan periode pemutihan agar tidak menimbulkan persoalan administratif maupun hukum di kemudian hari.
Sementara itu, Budi Lahmudi, Direktur Hukum dan Anggaran Jamkeswatch, juga menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut.
“Rencana penghapusan tunggakan bagi masyarakat tidak mampu sejalan dengan amanat konstitusi UUD 1945 tentang kewajiban negara melindungi segenap bangsa. Selain penghapusan tunggakan, pemerintah juga perlu mengaktifkan kembali peserta PBI yang dinonaktifkan secara sepihak agar kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan dapat terpenuhi,” pungkas Budi.[*/Red]
0 Komentar