IKN Jadi Ibu Kota Politik 2028, Ada Apa?

PRESIDEN Prabowo Subianto menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sebagai ibu kota politik Indonesia pada tahun 2028. Ketetapan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang diundangkan pada 30 Juni 2025. 

Perpres tersebut telah merinci sejumlah syarat yang harus dipenuhi, agar IKN dapat berfungsi sebagai ibu kota politik pada 2028. Pertama, terbangunnya Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) seluas 800–850 hektar. Kedua, pembangunan gedung/perkantoran di IKN mencapai 20 persen. Ketiga, hunian layak, terjangkau, dan berkelanjutan di kawasan itu harus mencapai 50 persen. Selain itu, cakupan sarana prasarana dasar di IKN ditargetkan mencapai 50 persen, sementara indeks aksesibilitas dan konektivitas kawasan minimal berada di angka 0,74. Namun tentunya proyek ini membutuhkan dana yang besar dan lagi-lagi investasi menjadi harapan untuk bisa mewujudkannya

Minim Anggaran, Mengapa Tetap Dilanjutkan?

Rencana kerja pemerintah khususnya terkait IKN sebagai ibu kota politik tahun 2028 sangat memerlukan dana yang besar. Faktanya DPR RI menolak usulan anggaran Otorita IKN Sebesar 14 T untuk tahun 2026. Anggaran IKN yang dialokasikan lewat APBN hanya 6.2 Triliun di tahun 2026. Ini menjadi sinyal kuat bahwa proyek Ibu Kota Politik 2028 akan menemui kendala besar dalam hal pendanaan dan memungkinkan sekali tidak memenuhi target. Apalagi proyek tersebut tidak masuk dalam 8 prioritas RKP ditahun 2025-2029. Lalu apa yang mendasari tetap dijalankannya proyek ini? 

Investor IKN sejak awal pembangunan terdiri dari Konsorsium Nusantara yang mencakup grup-grup besar seperti Agung Sedayu Group, Salim Group, Sinarmas dan lain-lain. Hingga prosesi groundbreaking ke-8, jumlah investasi BUMN dan swasta non-APBN di Ibu Kota Nusantara (IKN) telah mencapai Rp 58,4 triliun di tahun 2024. Maka dengan dana yang telah masuk sebanyak itu, akan menjadi sebuah pertanyaan besar dan memunculkan keraguan bagi para investor yang telah berinvestasi sedari awal. Mau dibawa kemana IKN? Karena secara realitas proyek ini sangat lambat pergerakannya, tidak sesuai dengan janji di awal. Bahkan di era pemerintahan Prabowo, dana yang telah disetujui untuk di gelontorkan hanya 48,4 T selama periode 2025-2029. Maka perpanjangan proyek IKN menjadi Ibu Kota Politik 2028 adalah bentuk mengamankan kepercayaan dan kepentingan para investor bahwa proyek ini adalah proyek yang masih menjanjikan.

Pembangunan Berbasis Investasi Mengancam Kedaulatan

Dalam pandangan sistem ekonomi kapitalisme, Investasi merupakan jalan terbaik dalam membangun sebuah negara. Namun di balik investasi tersebut sejatinya menyimpan bahaya yang akan mengancam kedaulatan negara. Sebab negara tidak mandiri dalam membangun negaranya sehingga yang terjadi negara bekerja sama dengan  para kapitalis oligarki yang pastinya lebih mementingkan keuntungan ketimbang melayani rakyatnya. 

Kebijakan yang lahir dari sistem ini meniscayakan pembangunan negara tidak lagi sepenuhnya menjadi tanggung Jawab pemerintah melainkan diserahkan pada swasta melalui mekanisme investasi. Negara berperan hanya sebagai regulator dan pengaman iklim investasi agar para investor terus merasa aman dalam menanamkan modalnya. Akhirnya yang terjadi adalah komersialisasi layanan publik. Rakyat mesti membayar mahal untuk mengakses layanan publik yang harusnya disediakan secara gratis oleh negara.

Perspektif Ekonomi Islam, Pembangunan Untuk Kesejahteraan

Di dalam sistem Islam  tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat, bukan untuk keuntungan dan kepentingan penguasa dan pengusaha (oligarki). Ketika sebuah pembangunan dipandang tidak membawa maslahat maka pembangunannya tidak akan dilakukan. Apalagi jika pembangunan tersebut justru merampas ruang hidup masyarakat bahkan menimbulkan konflik.

Sepanjang sejarah peradaban Islam, negara Islam banyak melakukan pembangunan infrastruktur seperti permukiman rakyat, istana negara, masjid, taman, jembatan, sekolah dan kampus, perpustakaan dan rumah sakit. Namun semuanya ditujukan untuk kemaslahatan rakyat.

Pembangunan infrastruktur dilakukan secara efektif dan efisien. Para arsitek, ahli tata kota, dan insinyur teknik sipil dikerahkan untuk menghasilkan infrastruktur dengan kualitas terbaik. Itulah sebabnya hingga kini banyak bangunan peninggalan di masa kejayaan Islam yang masih awet, tegak berdiri, dan bermanfaat untuk umat meski sudah berumur ratusan tahun. 

Sebagai contoh, bangunan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir  yang masih berfungsi dengan baik hingga saat ini padahal dibangun pada 970-972 Masehi. Tidak hanya berkualitas, infrastruktur dalam negara Islam juga efisien dalam penggunaan anggaran. Tidak ada penghamburan anggaran untuk hal-hal yang sifatnya foya-foya. Apalagi jika hal tersebut tidak memberikan kemaslahatan untuk umat. Wallahu a’lam bishawab

Penulis: Siti Subaidah  (Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

0 Komentar